Home News Metropolis Umat Hindu Kaharingan di Kotim Gelar Mamapas Lewu

Umat Hindu Kaharingan di Kotim Gelar Mamapas Lewu

  Redaksi   | Senin , 12 Desember 2022
47480726ec67626993f450d136e654f9.jpg
Pelepasan kendaraan memapas lewu berkeliling Kota Sampit untuk melaksanakan tamping tawar, oleh umah Hindu Kaharingan, Senin (12/12).

KLIK.SAMPIT – Umat Hindu Kaharingan di Kabupaten Kotawaringin Timur menggelar ritual mamapas lewu, menampung sahur, dan manggantung sahur. Ritual suci bagi umat Hindu tersebut dipusatkan di halaman Balai Basarah Penyang Hatampung Sampit, Jalan Jenderal Sudirman kilometer 2,7, Senin (12/12).

Acara tersebut dihadiri oleh Bupati Kotim Halikinnor, Sekda Kotim Fajrurrahman, Ketua DPRD Kotim Rinie Anderson, dan sejumlah pejabat daerah dan pimpinan instansi vertical di kabupaten tersebut.

Rangkaian kegiatan dimulai dengan pembacaan doa lintas agama yakni Islam, Hindu Kaharingan, Khonhucu, Katolik, Kristen Protestan.

Ketua Panitia Kegiatan, Wendy mengatakan kegiatan ini dimaksud untuk membersihkan lewu atau daerah daerah dari berbagai permasalahan bencana dan bala dengan cara Hindu Kaharingan.

“Kami umat Hindu Kaharingan berharap agar daerah ini bersih dari bala bencana. Serta pembangunan lebih maju seperti yang dicita-citakan bersama yakni Kotim Harati dan berkah. Kami juga berharap agar kegiatan serupa di tahun-tahun selanjutnya dapat dilaksanakan secara besar-besaran,” kata Wendy, dalam sambutannya.

Sementara itu Ketua Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan Kotim Rena menyampaikan pihaknya ingin pemerintah daerah tidak menganaktirikan umat Hindu Kaharingan. Ia ingin disamakan dengan umat lainnya di dalam upaya pembangunan daerah.

“Masyarakat Hindu Kaharingan ingin itu terkabul,” ujarnya.

Menanggapi ini Bupati Kotawaringin Timur Halikinnor menegaskan pemerintah tak ada pilih kasih, apalagi membeda-bedakan agama. Sebab Kabupaten Kotawaringin Timur ini dibangun dengan secara habaring hurung artinya bergotong royong dari berbagai suku dan agama. Semua satu tujuan yakni membangun Kotim lebih baik.

“Tidak ada membeda-bedakan. Apalagi suku Dayak, itu tidak memandang agama. Mereka bisa hidup berkeluarga satu rumah meski beda agama. Itulah hebatnya orang dayak,” tegas Halikinnor.

Selanjutnya acara dilanjutkan dengan ritual menganjan, yakni menari bersama, Selanjutnya dilakukan manumbak hewan kurban berupa sapi. Selanjutnya melaksanakan arak-arakan sambil menampung tawar berkeliling Kota Sampit atau biasa disebut mamapas lewu. Biasanya, ritual ditutup dengan melarung sesajen ke tengah Sungai Mentaya. (KLIK-RED)

Baca Juga

Ikuti Kami